Siklus Iklim Ekstrim Menjadi Tantangan yang Dihadapi Petani Indonesia
Petani di Indonesia mengalami masalah yang berlapis-lapis, selain kebijakan dari pemangku kepentingan yang belum berpihak, juga ada masalah siklus iklim alam yang sulit ditebak.
Realitas itu menurut Ketua Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, M. Nurul Yamin harus menjadi perhatian bersama. Pasalnya masalah pertanian merupakan urusan hajat hidup orang banyak, karena tentang pangan.
Selain masalah kebijakan yang belum berpihak, dan siklus alam yang sulit ditebak, masalah mendasar yang dihadapi dunia pertanian saat ini adalah menipisnya sumber daya manusia yang akan menjadi petani.
“Generasi petani kita itu adalah generasi usia lanjut. Di mana generasi petani milenial atau angkatan muda pertanian itu perlu kita pacu kembali, perlu kita dorong kembali,” kata Yamin pada Rabu (5/6) dalam Diskusi Geger Tani yang diselenggarakan MPM PP Muhammadiyah secara blended.
Masalah lain yang juga kronis adalah persoalan teknologi pertanian. Jika pun ada inovasi dan kreasi teknologi itu datangnya dari luar negeri, bukan hasil karya anak-anak dalam negeri.
Yamin berharap, dunia pertanian di Indonesia tidak hanya menjadi konsumen produk teknologi pertanian dari luar negeri. Melainkan juga mampu melakukan alih teknologi, sehingga petani-petani Indonesia bisa mandiri.
Selain masalah-masalah tersebut, terdapat persoalan yang mendesak sebab sedang hangat terjadi saat ini adalah terkait dengan iklim atau cuaca. Yamin menuturkan, petani menjadi sangat terdampak akibat perubahan iklim yang ekstrim.
“Tamu Elnino dan Lanina datang silih berganti, faktor-faktor itu akan mempengaruhi pertanian kita di satu sisi ada mengalami kekeringan, sehingga diingatkan untuk mewaspadai kekeringan ini tetapi pada sisi yang lain di belahan kita juga ada yang mengalami curah hujan yang cukup tinggi,” ungkap Yamin.
Tanaman berbagai produk pertanian di Indonesia terancam kekeringan, dan kemudian diancam adanya kebanjiran yang besar kemungkinan menyebabkan gagal panen.
Sementara itu, sebagai Pemateri dalam diskusi ini adalah Prof. Totok Agung Dwi Haryanto pakar Pemuliaan Tanaman dari Unsoed menyampaikan, silih berganti Elnino dan Lanina menjadikan persoalan kekurangan pangan semakin berat.
Ketahanan pangan menurutnya memiliki peran besar untuk menciptakan negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur. Sekaligus menjadi bagian untuk melanjutkan cita-cita pendahulu bangsa.
Terkait dengan perubahan iklim, Prof. Totok menyampaikan itu bisa terjadi secara alami, namun juga bisa terjadi akibat ulah tangan manusia seperti efek rumah kaca yang menyebabkan menipisnya atmosfer dan menjadikan bumi memanas.
“Panas dari cahaya Matahari yang masuk ke permukaan bumi itu tidak bisa lagi dilepaskan ke angkasa, disebabkan karena adanya lapisan ozon yang tertutup. Sehingga di permukaan Bumi suhunya makin panas,” ungkapnya.
Perubahan iklim yang drastis menurutnya, menjadikan siklus menanam yang dimiliki oleh petani tidak tepat. Sebab saat ini meski masuk musim kemarau, namun masih terjadi hujan – sehingga tanaman yang membutuhkan sedikit air sulit hidup karena mendapat air berlebih akibat curah hujan yang tinggi.
“Ini berefek pada pertanian, hama penyakit meningkat. Misalnya hujannya itu tambah banyak, tapi kelembabannya tinggi. Itu namanya virus, bakteri, jamur itu happy banget,” katanya.
Terkait tawaran solusi, Dewan Pakar MPM PP Muhammadiyah, Syafii Latuconsina fenomena Elnino dan Lanina ini memang silih berganti. Sehingga perlu persiapan yang matang untuk menghadapinya.
“Menariknya Indonesia punya raw material yang cukup banyak untuk bisa mengantisipasi datangnya Elnino dan Lanina,” ungkapnya.
Syafii menyampaikan, biochar dari pembakaran gabah yang tidak sempurna itu bisa menjadi solusi untuk pembenahan tanah secara permanen. Penggunaan biochar berbahan organik ini menjadi alternatif dari bahan-bahan kimia yang merusak tanah.
Sebab tidak bisa dipungkiri, bahwa penyebab terbesar dari rusaknya tanah sebagai media tanam disebabkan salah satunya oleh penggunaan pupuk atau pestisida kimia yang berlebihan, sehingga menghilangkan unsur-unsur baik dari tanah itu.
Sumber: https://muhammadiyah.or.id/2024/06/siklus-iklim-ekstrim-menjadi-tantangan-yang-dihadapi-petani-indonesia/