Wukuf di Arafah: Jantung Prosesi Ibadah Haji
Arafah merupakan lokasi yang terletak paling jauh dari Mekah dalam pelaksanaan manasik haji. Berada di luar kawasan Tanah Haram, Arafah bukan bagian dari Tanah Suci Mekah, namun perannya dalam ritual haji tidak bisa diremehkan. Sebagaimana dijelaskan dalam hadis Nabi Muhammad SAW.
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, Nabi Muhammad SAW bersabda: “Saya pernah wukuf di Arafah sini, dan Arafah itu seluruhnya adalah maukif (tempat wukuf).” Ini menunjukkan bahwa seluruh area Arafah adalah tempat yang sah untuk melaksanakan wukuf.
Wukuf di Arafah adalah puncak dari rangkaian manasik haji dan dianggap sebagai rukun haji yang esensial. Para ulama sepakat bahwa tanpa melaksanakan wukuf di Arafah, haji seseorang tidak sah. Waktu yang ditentukan untuk wukuf adalah sejak zawal (tergelincirnya matahari) pada tanggal 9 Zulhijah hingga sebelum fajar pada hari Nahar (10 Zulhijah).
Para jamaah haji yang tiba di Arafah setelah zawal hingga matahari terbenam akan melakukan wukuf dan kemudian melanjutkan perjalanan ke Muzdalifah. Bagi mereka yang terhalang tiba tepat waktu karena kendala transportasi atau kepadatan lalu lintas, wukuf bisa dilakukan setelah matahari terbenam hingga sebelum fajar. Bahkan, mereka yang baru tiba beberapa saat sebelum fajar masih dapat melakukan wukuf untuk memenuhi rukun haji. Namun, jika wukuf tidak dilakukan sebelum fajar, maka haji tersebut dianggap belum sempurna.
Hadis yang diriwayatkan oleh ‘Abd ar-Rahman Ibn Ya‘mur ad-Dili mengisahkan bahwa Rasulullah SAW pernah didatangi oleh sekelompok orang dari Najed saat beliau sedang wukuf di Arafah. Mereka bertanya tentang esensi haji, dan Rasulullah menjawab: “Haji itu adalah Arafah. Barangsiapa sempat datang sebelum salat subuh pada malam Jamak (malam keberangkatan ke Muzdalifah), maka hajinya sudah sempurna.” (HR. Ibn Majah, an-Nasa’i, at-Tirmidzi, dan Ahmad).
Setelah matahari hari Arafah terbenam, maka jamaah haji segera meninggalkan Arafah berangkat ke Muzdalifah untuk melakukan mabit di tempat tersebut. Salat Magrib dan Isya dilakukan di Muzdalifah secara qasar dan jamak ta’khir. Jemaah yang tidak dapat segera meninggalkan Arafah karena problem keterlambatan transportasi dan harus menunggu di Arafah dapat melakukan salat Magrib dan Isya secara qasar dan jamak di Arafah. Kemudian setelah ada kendaraan berangkat menuju Muzdalifah.
Arafah dengan segala kekhususannya menjadi saksi bisu jutaan umat Islam yang datang dari berbagai penjuru dunia, mengharap rahmat dan ampunan Allah SWT. Keberadaan di Arafah pada waktu yang ditentukan merupakan pengalaman spiritual yang mendalam, menandai puncak dari perjalanan ibadah haji yang penuh makna.
Referensi:
Pimpinan Pusat Muhammadiyah, “Tuntunan Manasik Haji”, dalam Berita Resmi Muhammadiyah: Tanfidz Keputusan Musyawarah Nasional Tarjih XXVIII, 2015.
Sumber: https://muhammadiyah.or.id/2024/06/wukuf-di-arafah-jantung-prosesi-ibadah-haji/